1. masuk ke website https://simpeg.kemenag.go.id/ Klik
2. Pilih cek data pegawaian https://simpeg.kemenag.go.id/laporan/profile_pns.aspx
3. Masukkan NIP ASN untuk mengetahui profile pegawai yang bersangkutan Klik
1. masuk ke website https://simpeg.kemenag.go.id/ Klik
2. Pilih cek data pegawaian https://simpeg.kemenag.go.id/laporan/profile_pns.aspx
3. Masukkan NIP ASN untuk mengetahui profile pegawai yang bersangkutan Klik
Maksud Nasehat, Ingin Orang Lain Jadi Baik
عن جرير بن عبد الله رضي الله عنه قَالَ: بَايَعْتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم عَلَى إقَامِ الصَّلاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، والنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu,* ia berkata, “Aku pernah berbaiat (berjanji setia) pada Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam supaya menegakkan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 57 dan Muslim no. 56).
Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:
1- Ini menunjukkan bahwa saling menasehati itu didasarkan karena kita muslim adalah bersaudara sehingga kita ingin agar saudara kita pun menjadi baik.
2- Dan juga menunjukkan bahwa bentuk kasih dan sayang terhadap sesama muslim adalah dengan saling menasehati.
3- Arti nasehat -menurut para ulama- adalah menginginkan kebaikan pada orang lain. Sebagaimana kata Al Khottobi rahimahullah
النصيحةُ كلمةٌ يُعبر بها عن جملة هي إرادةُ الخيرِ للمنصوح له
“Nasehat adalah kalimat ungkapan yang bermakna memberikan kebaikan kepada yang dinasehati” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 219).
4- Nasehat adalah engkau suka jika saudaramu memiliki apa yang kau miliki. Engkau bahagia sebagaimana engkau ingin yang lain pun bahagia. Engkau juga merasa sakit ketika mereka disakiti. Engkau bermuamalah (bersikap baik) dengan mereka sebagaimana engkau pun suka diperlakukan seperti itu.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 2: 400).
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,
المؤمن يَسْتُرُ ويَنْصَحُ ، والفاجرُ يهتك ويُعيِّرُ
“Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasehatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya.”* (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 225).
5- Semoga Allah memberikan kita sifat saling mencintai sesama dengan saling menasehati dalam kebaikan dan takwa.
Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :
1- Maksud nasehat adalah supaya orang lain menjadi baik. Ingatlah maksud nasehat adalah ingin orang lain menjadi baik. Jadi dasarilah niat seperti itu.
أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ
Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepada kalian, dan aku hanyalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya bagi kalian. (Al-A'raf: 68)
2- Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah dengan menyebutkan bahwa manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, yakni rugi dan binasa. Maka dikecualikan dari jenis manusia yang terhindar dari kerugian, yaitu orang-orang yang beriman hatinya dan anggota tubuhnya mengerjakan amal-amal yang saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran. Yakni menunaikan dan meninggalkan semua yang diharamkan dan nasihat-menasihati supaya menetapi dalam kesabaran. Yaitu tabah menghadapi musibah dan malapetaka serta gangguan yang menyakitkan dari orang-orang yang ia perintah melakukan kebajikan dan ia larang melakukan kemungkaran.
وَالْعَصْرِ ،إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.
[Al-'Asr, ayat 1-3].
Menikmati Takdir
Ada kawan punya mobil baru. Maksudnya baru beli bukan baru dari dealer. Tanpa kursus setir mobil ia berusaha belajar nyetir mandiri, lewat youtube. Mulai dari menginjak gas dan rem dalam posisi mobil berhenti, lalu maju mandur dan jalan pelan-pelan. Dalam satu minggu ia sudah berani menyetir di jalan kampung.
Suatu hari ia dan keluarga harus pergi ke Bandung untuk acara keluarga, diteruskan ke Jakarta menghadiri undangan acara tempatnya bekerja. Sadar diri karena hanya sopir antar kampung maka ia mengajak sopir profesional yang sudah terbiasa menyetir sampai Jakarta.
Hari itu kawan tadi melakukan perjalanan dari Solo-Bandung lewat jalan tol. Ketika sampai ruas tol Cipularang-Bandung sang sopir merasa kepalanya pusing. Lalu minggir dan muntah-muntah. Bersamaan dengan itu ia menyerah tidak mampu lagi menyetir. Badannya gemetar kedinginan.
Tidak ada sopir cadangan di mobil itu. Penumpang laki-laki dewasa hanya dirinya dengan pak sopir. Selebihnya adalah ibu-ibu dan anak-anak. Mencari sopir pengganti tidak mungkin, apalagi di tengah jalan tol seperti itu. Para penumpang panik, bagaimana kelanjutan perjalanannya.
Kawan tadi sempat panik juga, tetapi kemudian ia tersenyum sambil berbisik dalam hatinya. “Inilah cara Allah memaksa saya menjadi sopir beneran. Logikanya si sopir sakit bukan maunya sendiri. Dan ia bukan pura-pura sakit. Kalau mau marah, lalu siapa yang akan dimarahi. Marah kepada Allah ? Tentu tidak mungkin”.
Maka dengan terpaksa kawan tadi nekat menyetir sendiri mobilnya. Sopir yang asli dipersilahkan tidur di jok belakang untuk istirahat. Bismillah, pelan-pelan ia kendalikan kendaraan itu sambil komat-komit berzikir. Tentu saja dengan penuh gemetar karena disalip oleh kendaraan lain yang melaju kencang.
The power of kepepet. Kawan tadi akhirnya berani menyetir di jalan tol. Menyusuri jalanan Bandung-Jakarta dan Jakarta-Solo. Dirinya naik tingkat dari sopir antar kampung menjadi sopir antar kota antar provinsi.
Begitulah perjalanan hidup manusia. Banyak etape yang sering kali bukan keinginan sendiri, bahkan sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya. Ada orang yang bercita-cita menjadi TNI tetapi faktanya menjadi satpam. Ada yang ingin jadi pengusaha tetapi nyatanya menjadi buruh. Ada yang ingin jadi dokter tapi malah sering jadi pasien karena sakit-sakitan.
Dalam pernikahan juga begitu. Ahmad mencintai Aminah tetapi ia menikah dengan Zulaihah. Sementara Pujiatun mencintai Bambang tetapi menikahnya dengan Joko Supomo. Mereka bertepuk sebalah tangan sehingga tidak sampai ke pelaminan. Kata Allah rumus perjodohan itu begini.
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula ( An Nur: 26).
Dunia politik juga menarik. Silahkan saja Anis Baswedan ingin jadi presiden. Demikian pula Ganjar Pranowo, Erlangga Hartanto, Prabowo maupun mbak Puan. Tetapi ketahuilah presiden RI itu hanya satu. Siapa yang akan berkantor di istana merdeka tergantung kehendak rakyat dan persetujuan Allah. Karena pakem kekuasaan itu sudah digariskan.
Katakanlah Muhammad, “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki (Ali Imran: 26)
Dalam pandangan ahlus sunnah, manusia itu tidak mampu menentukan kehendaknya sendiri. Akan tetapi kolaborasi antara kehendak manusia dan kehendak Allah. Bahkan Rasulullah juga begitu. Padahal ia adalah manusia yang paling dekat dengan Allah.
Suatu hari ada orang Yahudi bertanya kepada Nabi. “Wahai Muhammad, ceritakan kepada kami bagaimana kisah tentang Zulqarnaian”. Dengan pedenya Rasulullah saw menjawab, “Silahkan datang kepadaku lagi besok hari”.
Kisah Zulqarnain itu sudah ada pada kitab si penanya. Sehingga sebenarnya orang Yahudi itu hanya ngetes saja tentang kebenaran Muhammad sebagai Nabi. Sebab Rasulullah tidak pernah membaca kitab lain. Kalau ia mengerti berarti mendapatkan wahyu dari Allah.
Ternyata ditunggu sehari, dua hari sampai empat belas hari malaikat Jibril tidak datang. Padahal ia telanjur menjanjikan menjawab pertanyaan itu selang sehari saja. Karena beliau yakin Allah akan langsung menurunkan wahyu untuk menjawab masalah tersebut. Bisanaya memang begitu.
Begitulah, turunnya wahyu itupun bukan maunya Rasulullah saw, akan tetapi kehendak Allah swt. Maka kemudian Allah memberi pelajaran kepada Nabi dengan firmannya:
Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi, kecuali dengan mengatakan, “Insya Allah.” (Al Kahfi: 23-24)
Setelah itu baru turun ayat tentang kisah zulqarnain. Akan tetapi 15 ayat yang menceritakan tentang Zulqarnain itu turun di hari ke lima belas pasca kedatangan orang Yahudi tersebut. Pada peristiwa ini kehendak Allah berbeda dengan kehendak Rasul Nya.
Memadukan antara kehendak manusia dan kehendak Allah adalah rahasia ketenangan hidup. Manusia yang terlalu pecaya diri bahwa dirinya mampu melakukan kehendaknya sendiri akan terbentur dengan fakta yang sering kali tidak sesuai dengan kehendaknya. Akhirnya yang terjadi adalah stres luar biasa.
Karena itu memperkuat iman kepada takdir, baik takdir yang menyenangkan maupun takdir yang menyedihkan adalah solusinya. Ihtiar untuk meraih cita-cita itu amal shalih yang perlu terus digelorakan, akan tetapi meyakini bahwa hasil di tangan Allah adalah cara cerdas menikmati kehidupan. (Muh. Nursalim)
Siapa yang Memperoleh Kebaikan Orang Lain Hendaklah Membalasnya
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ فَأَعِيذُوهُ وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيبُوهُ وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ
Dari Abdullah Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang memohon perlindungan dengan mengatasnamakan Allah , maka lindungilah dia. Dan siapa yang meminta dengan mengatasnamakan Allah, maka berilah ia. Dan siapa yang berbuat baik kepadamu, balaslah kebaikannya. Jika anda tidak mampu, maka doakanlah dia sampai dia tahu bahwa kalian telah memberinya yang setimpal.”
(Shahih) Ash Shahihah (254): [Abu Dawud: 9-Kitab Az Zakah, 38-Bab ‘Athiyatu Man Sa-ala billah].
Pelajaran yang terdapat didalam hadist :
1- Siapa yang memohon perlindungan dengan mengatasnamakan Allah , maka lindungilah dia. Kenapa? karena dia meminta kita atas nama Allah.
2- Dan siapa yang meminta dengan mengatasnamakan Allah, maka berilah ia. Karena dia telah mengagungkan nama Allah tentunya bila kita mampu dan tidak membawa madhorot.
3- Siapa yang memperoleh kebaikan orang lain hendaklah membalasnya supaya kita tidak ada hutang budi Kerena hutang budi itu sesuatu yang tidak enak dirasakan oleh seseorang.
4- Siapa yang tidak mampu membalas kebaikan orang lain hendaklah dia mendo’akan kebaikan bagi orang tersebut diantaranya dengan membaca, jazakumullah khoiron.
5- Semoga kita bisa menjadi orang yang selalu membalas kebaikan atau budi orang lain paling tidak mendoakannya terutama pada orang tua dan orang yang telah memberikan kita banyak ilmu dalam masalah akhirat. Janganlah lupakan hal ini.
Tema hadist yang berkaitan dengan al quran :
- Jika seorang meminta kepada kita tapi tidak mampu atau membawa madhorot walaupun dengan mengatasnamakan Allah tidak perlu dipenuhi.
Dengan kata lain, seseorang tidak dibebani melainkan sebatas kesanggupannya. Hal ini merupakan salah satu dari lemah-lembut Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada makhluk-Nya dan kasih sayang-Nya kepada mereka, serta kebaikan-Nya kepada mereka.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَها
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah: 286)
Harus Mengenali Kekurangan dan Keburukan Diri
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَان رضي اللَّه عنهِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Dari Hudaifah bin Al Yaman semoga Allah meridhoinya berkata; "Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang perkara-perkara kebaikan sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut akan menimpaku. Aku bertanya; "Wahai Rasulullah, dahulu kami berada pada masa jahiliyyah dan keburukan lalu Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kami, apakah setelah kebaikan ini akan datang keburukan?". Beliau menjawab: "Ya". Aku bertanya lagi; "Apakah setelah keburukan itu akan datang lagi kebaikan?". Beliau menjawab: "Ya, akan tetapi di dalamnya ada "dukhn" (kotorannya) ". Aku bertanya lagi; "Apa kotorannya itu?". Beliau menjawab: "Yaitu suatu kaum yang memimpin tanpa mengikuti petunjukku, kamu mengenalnya tapi sekaligus kamu ingkari". Aku kembali bertanya; "Apakah setelah kebaikan (yang ada kotorannya itu) akan timbul lagi keburukan?". Beliau menjawab: "Ya, yaitu para penyeru yang mengajak ke pintu jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka maka akan dilemparkan kedalamnya". Aku kembali bertanya; "Wahai Rasulullah, berikan sifat-sifat (ciri-ciri) mereka kepada kami?". Beliau menjelaskan: "Mereka itu berasal dari kulit-kulit kalian dan berbicara dengan bahasa kalian". Aku katakan; "Apa yang baginda perintahkan kepadaku bila aku menemui (zaman) keburukan itu?". Beliau menjawab: "Kamu tetap berpegang (bergabung) kepada jama'atul miuslimin dan pemimpin mereka". Aku kembali berkata; "Jika saat itu tidak ada jama'atul muslimin dan juga tidak ada pemimpin (Islam)?". Beliau menjawab: "Kamu tinggalkan seluruh firqah (kelompok/golongan) sekalipun kamu harus memakan akar pohon hingga maut menjemputmu dan kamu tetap berada di dalam keadaan itu (berpegang kepada kebenaran) ".(HR Bukhori dan Muslim).
Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:
1- Sebagaimana seorang muslim dituntut untuk mengetahui berbagai macam kebaikan agar dapat mengamalkannya, begitu pula selayaknya bagi dia untuk mengetahui pelbagai macam keburukan agar mampu menghindarinya. Jika dicermati sejenak, betapa banyak kitab-kitab ulama terdahulu yang mengupas masalah dosa-dosa besar. Hal itu bertujuan untuk memperingatkan umat agar tidak terjerumus ke dalamnya.
2- Teladan tentang makrifat (terhadap keburukan) dengan tujuan menjauh darinya ini terambil dari sejarah perjalanan para shahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– yang tertarbiyah dalam naungan wahyu dan berperikehidupan pada masa turun wahyu; (makrifat seperti ini) sebagaimana dikatakan oleh shahabat mulia Hudzaifah bin al-Yaman –radhiyallahu ‘anhu:
“Dulu orang-orang senantiasa bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sementara aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut terjerumus ke dalam keburukan itu.” (Muttafaq ‘alaihi)
3- Terlebih lagi perkara kesesatan dan kebatilan, yang merupakan kezaliman terbesar, yang mampu menyeret manusia menjadi bahan bakar api neraka selama-lamanya. Sudah sepantasnyalah kita memahami hakikat kesesatan dan kebatilan itu sendiri. Karena siapa yang tidak mengetahuinya, dikhawatirkan akan terperosok di dalamnya tanpa disadarinya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh penyair Arab, Abu Faras al-Hamdani,
عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّر … رِ لَكِنْ لِتَوَقِّيهِ
وَمَنْ لَا يَعْرِفِ الشَّرَّ … مِنَ النَّاسِ يَقَعْ فيهِ!
“Aku mengetahui keburukan bukan untuk berbuat keburukan…
Akan tetapi agar mampu terhindar darinya…
Karena barang siapa dari manusia yang tidak mengetahui keburukan..
Suatu saat akan terjerumus ke dalamnya!”
Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :
- Maka sebagaimana tauhid tidak akan diketahui kecuali dengan menjauhi lawannya, yaitu syirik, dan iman tidak akan terwujud kecuali dengan menjauhi hal yang menyelisihinya, yaitu kekufuran, demikian juga halnya dengan kebenaran, tidaklah kebenaran akan termurnikan kecuali dengan memahami secara cermat kesalahan. Persis seperti itu juga halnya dengan (pengetahuan akan) Sunnah. Tidaklah akan bersih pemahaman terhadap Sunnah, tidak pula akan terang alamat-alamatnya kecuali (jika disertai) dengan makrifat terhadap lawannya, yaitu bid’ah.
Bahkan sesungguhnya makrifat terhadap perkara-perkara beserta lawan-lawan dari perkara-perkara itu memang bersumber dari nilai-nilai Qurani yang agung sebagaimana firman Allah yang Maha Mulia:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 256).
Contac us. Kapilata.blogspot.com, 58111 Kab. Grobogan Prov. Jawa tengah